8.05.2012

UNTUK SEGENAPNYA


2009/12/19

Yang terdekat, Gin! Kau telah tumbuh dan merasai yang belum bernama. Kita tahu, bahwa keunggulan kita adalah dapat menikmati kesunyian. Tentu saja tidak cuma itu. Ada Kopi dan Rokok dan tempat yang kita kehendaki untuk bersendagurau bersama kesunyian. Banyak yang bilang itu aneh. Tapi ada juga yang menganggap wajar bila kita asyik dalam kesunyian.

Menurutku, Gin, bukan kesunyian tepatnya, tetapi keheningan. Kupikir, kesunyian itu kembaran kehampaan atau kekosongan. Nyaris tak ada kegembiraan atau kepenatan dalam kesunyian. Kuharap kau setuju dengan ini. Dan kita akan gunakan keheningan sekarang, bukan kesunyian.

Masih ingat dengan puisi Bayang-bayang, Gin? Yang pernah kau sampaikan tempo dulu. Kau sempat ceritai aku tentang arti penting bayang-bayang bagi kita. Kucoba membayangkan bila kita tak memiliki bayangan! Hahaha…aku membayangkan wajahmu yang keheranan ketika menyaksikan ternyata tiada bayanganmu saat berjemur di pagi hari. Atau ketika aku berjemur dan kau tak melihat bayanganku…hahaha…

Ketika kau suguhi aku dengan puisimu itu, jujur saja aku terkejut. Selama ini aku mengabaikan bayanganku. Dan kau tau aku menertawai puisi itu. Dalam benakku, aku berterimakasih. Maka ku suguhi setengah cangkir kopi dan tiga batang kretek kesukaanmu sebagai pengantar tidur. Kau masih ingat itu, he? Ya, pagi itu, saat kau duduk ditentang matahari.

Ternyata, aku semakin mehormati bayang-bayang. Semaki aku dalam menyelam, semakin kagum kepada cahaya. Rupanya, dalam pikirku, cuma cahaya yang tak berbayang. Dan kekagumanku kepada cahaya lebih karena ia memperuntukkan dirinya bagi apapun yang terjangkau. Sederhana saja rupanya ia. Meskipun dirinya menjadi samar, cahaya tetap sinaran.

Gin, menyoal cahaya dan jangkauannya, pernahkah kau bayngkan bagaimana bayangan angin? Ya, angin. Angin yang selalu kita titipi salam untuk orang-orang tersayang. Aneh bagiku, mengapa kita selalu mengucapkan salam dan menitipkannya kepada angin! Ah, biarlah itu, nanti saja kita soalkan. Kita bertualang saja di dunia kenangan, sekarang. Aku pernah tanyai kau mengapa daun bergoyang ketika angin membelainya, dan kau malah mengerutkan dahi, Gin. Entah kau tau atau tidak. Atau kau belum faham soal pokoknya. Tapi itu kenangan yang masih perlu jawaban, jika belum tepat jawaban yang kita sepakati tempo hari.

Maafkan aku, Gin, mengajakmu menapaki kembali jejak yang pernah kita buat. Aku tau, kau sibuk dengan segala yang sempat kau saksikan, sekarang. Tapi percayalah, ini penting bagimu. Mungkin Tuhan tersenyum, bahkan mungkin tertawa, mengetahui kita persoalkan cahaya dan mengaguminya. Karena, kupikir, itu memang bagian anak tangga yang perlu kita tapaki agar sampai kepadaNya. Selain cahaya, ada kenangan, ada bayang-bayang, angin, dan kita.

Gin, bayang-bayang ku sertakan. Barangkali kau lupa.

 Masih juga setia
Kau tau, matahari, bintang, dan bulan mulai bosan?

Ah, bayang-bayang
Aku mencintaimu


Harap tak sampai ini! Hormatku senantiasa,
Aku, yang dekat setelah Tuhan


Agustus 2009 Parigimulya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar