2011/03/17
Langit mulai nampak kemerahan. Tak
perlu lama menanti pagi, dan mentari akan segera lenyapkan embun-embun yang
bergelayut diujung daun Srirejeki di hadapn. Menikmati kretek dan kopi, iringan
kroncong yang baru pekan kemarin ku beli membuat aku merasa nyaman dalam remang
selepas pajar.
Tanpa angin, semilir pun,
burung-burung mulai berlagu. Apa lagi keluarga Pipit yang mendiami taman di halaman
rumah, beberapa diantara mereka sudah ngoceh beberapa saat sebelum subuh. Kalau
semalam aku direpotkan khayal tentang dagang kripik, modalnya, pemasarannya,
suber bahan mentahnya, dan membayang ketika masanya bagi-bagi gaji, sekarang
sedang direpotkan oleh kenangan masa kuliah, masa aku jadi anak kostan.
Jam lima tigapuluh menit, pagi, aku
memesan secangkir kopi dan tiga batang kretek. Aku menunggu mentari selimutkan
hangatnya. Hingga ia tampak, aku duduk memejam mata, menghadapkan wajah
kepadanya, “tatap wajah ini, mentari, sebentar lagi aku tidur meninggalkanmu”.
Aku suka suasana hangat dan menyadari bahwa aku ada untuk menatap
bayang-bayang, bayanganku ketika kupunggungi si mentari.
Semasa kecil, bila senja, aku di
ujung kampung. Menunggu langit hilang kemerahannya. Maka sering juga kami menuggu
muadzin selesaikan adzannya, untuk pulang. Sebenarnya aku tak
faham benar mengapa melakukan itu. Tapi aku menyukai tubuhku yang seolah meninggi
dalam bayangan senja atau pagi.
Beberapa tahun ke belakang, aku
mulai tertarik memikirkan bayangan. Kita mengenal ungkapan “wajah mu terbayang selalu…”, “aku
membayangkan kejadian kemarin…”, “coba bayangkan apa yang akan
terjadi nanti…”, “bayang-bayang itu menghantuiku…”, “aku melihat
bayangannya…”, “mereka
membayang-bayangi….”. Ragam benar peristiwa yang diwakili ‘bayang’ di
tambah imbuhan. Aku penasaran, aku ingin mengambil beberapa arti penting
bayangan yang sedang kutatap ini.
Meskipun aku tertarik dengan ragam
makna dan peristiwa yang diwakili kata ‘bayang’, tapi aku merasa repot untuk
membahas keragamannya. Kesempitan pengetahuan dan kedangkalan ilmu yang membuat
aku repot. Sebaiknya aku memilih menuliskan bayang yang baru saja kuperhatikan, tentang
bayangan yang ada karena terhalangnya sesuatu dari cahaya.
Sesuatu yang kumaksud itu adalah
wujud-wujud badani atau yang bersifat materi. Tubuh kita, batu-batu, tanah,
pohon, handphone, gelas, cincin, laptop, buku, ku golongkan dalam wujud-wujud
badani. Cahaya yang kumksud di sini adalah yang membuat penghilhatan kita
mengetahui keberadaan wujud-wujud tersebut. Sinar adalah sifat yang melekat
pada cahaya. Redup, terang, remang-remang adalah sinara sebagai sefat dari
cahaya. Telah kusebutkan di atas bahwa bayangan ada karena terhalanginya
sesuatu dari cahaya, maka bayangan ada karena adanya cahaya dan penghalangnya.
aku tegaskan lagi, aku sedang
ceritakan aku yang baru saja melihat bayanganku sendiri. Aku perhatikan
bayangku di tanah yang tidak rata; aku pindah tempat, bayang itu ikut pindah;
dan siapa pun tau bahwa tidak ada yang sanggup meninggalkan bayangannya sendiri
ketika tubuh kita menghalangi cahaya senja untuk menyentuh tanah; dan tak
pernah aku melihat bayangan angin disekitarku, angin yang menyentuh tubuhku.
Dari perhatianku itu kemuduian aku menyimpulkan bahwa bayangan merupakan bagian
dari bukti keberadaanku sebagai makhluk yang masih hidup, badani dan ruhaniku
masih merupakan kesatuan tak terpisah. Ini yang pertama.
Kedua, bayangan itu menjadi inpirasi
utama dalam
rakaian lirik yang aku sempat gubah. Bayang-bayang, tentang
sesuatu yang lebih dari sekedar bayangan, tetapi bayang yang mem-bayang, yang
mem-bayang-i, bayang yang sempat ku bayang-kan, bayang yang
mem-bayang-bayang-kan. Dan ingat…tulisan yang rada bertele-tele ini memang
tulisan iseng. Jadi, jangan harap pembaca akan mendapat sesuatu yang berarti
dari tulisan ini. Heuheuheu……
Dengan senyum dan tangis ku
ungkapkan rasa.
Dalam hati, dalam jiwa, kusimpan segalanya.
Dalam hati, dalam jiwa, kusimpan segalanya.
Angin malam, dengarkanlah, laguku,
gubahan rindu,
kepada bayang-bayang.
Angin malam, dendangkanlah, alunku, irama rindu,
kepada bayang-bayang
kepada bayang-bayang.
Angin malam, dendangkanlah, alunku, irama rindu,
kepada bayang-bayang
(lirik yang kubuat di awal 2009,
sebuah hasil rasa penasaran yang sejak lama datang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar