2009/08/03
Aku bersiul. Bersiul seperti
kebiasaan di kampungku. Turun-temurun diajarkan siulan begitu untuk memanggil
angin. Kami harap angin yang baik hati dan bersemangat brkenan datang.
Aku pandangi lekat-lekat. ”Terbanglah
engkau. Terbang dengan baik. Siulan ini demi keindahanmu.”
Rambutku mengibas wajah. Dan
layang-layang ku lepaskan. ”Aku pegangi talinya. Terbanglah
dengan indah.”
Senyumku memaksa untuk
disunggingkan. Teriak masa silam bisingkan lamunan. ”Aku berhak mengaku ‘telah dewasa’
kini”, desahku dalam benak.
Senja ini sangat pengertian.
Anginnya manjakan khayal. Kutatap langitnya seolah cerita silam tergambar di
sana. ”Pasti Bunga
Ashar di halaman sedang mekar. Aku akan segera pulang!”
”Jangan terlalu keras menariknya.
Jangan juga terlalu lemah.” Aku ingat, ketika aku belajar terbangkan
layang-layang. Dengan senang hati aku diajari Kakak. ”Ada masanya mengulur talinya.
kemudian tarik kembali. Demikian berulang-ulang!.”
Polos aku bertanya, ”untuk apa
begitu?”
”Mengimbangi angin. Di atas sana angin
lebih kencang. Dan angin tak pasti arah. Jika tak begitu, layang-layangmu akan
jatuh.” Aku diam, mencoba memahami. ”Lakukan dengan lembut agar terbangnya
indah.”
Tawa kecil dari para perempuan
memotong lamunanku. Aku pekakan pendengaran. Aku perhatikan agar memahami. ”Tawa itu dari
jauh. Bising tentunya. Tapi kudengar begitu halus. Seperti layang-layang kah
mereka?”
Sejak kecil, Ayahku mengajari arti
penghormatan kepada Ibu dan perempuan. Hingga kini aku perlu belajar tentang
itu. Aku diceritai kelembutan dan kekerasan perempuan. Aku juga dapati cerita
tentang cara-cara semestinya memperlakukan perempuan. Tapi aku tak faham sangat
makna cerita-cerita itu. Tetapi juga…aku akan terus belajar memahami.”
Kuhempaskan nafas dengan asap yang
baru saja kuhisap. Seteguk kopi juga kunikmati. Dan gemulai perempuan
menghampiri. kemudian duduk ia seperti murid yang baik. Menatapku dengan
pancaran semacam harapan ingin di mengerti. Dimengerti sebagai wanita yang
dihormati para Rosul dan Nabi-nabi.
Aku menatpnya memberikan kepastian.
Aku dekatkan lamunanku dan kubisikan kepadanya, Kugenggam engkau seperti
layang-layang yang sempat kuterbangkan. Demikian karena artimu bagiku.
Matahari izin undur. Ia sapaikan
kepadaku dengan wakilnya, cahaya merah bara kehitaman, lembayung
senja.
24 juli 2009 Lembang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar