8.05.2012

LAYANG-LAYANG

2009/08/03

Aku bersiul. Bersiul seperti kebiasaan di kampungku. Turun-temurun diajarkan siulan begitu untuk memanggil angin. Kami harap angin yang baik hati dan bersemangat brkenan datang.

Aku pandangi lekat-lekat. ”Terbanglah engkau. Terbang dengan baik. Siulan ini demi keindahanmu.”

Rambutku mengibas wajah. Dan layang-layang ku lepaskan. ”Aku pegangi talinya. Terbanglah dengan indah.”

Senyumku memaksa untuk disunggingkan. Teriak masa silam bisingkan lamunan. ”Aku berhak mengaku ‘telah dewasa’ kini”, desahku dalam benak.

Senja ini sangat pengertian. Anginnya manjakan khayal. Kutatap langitnya seolah cerita silam tergambar di sana. ”Pasti Bunga Ashar di halaman sedang mekar. Aku akan segera pulang!”

Jangan terlalu keras menariknya. Jangan juga terlalu lemah.” Aku ingat, ketika aku belajar terbangkan layang-layang. Dengan senang hati aku diajari Kakak. ”Ada masanya mengulur talinya. kemudian tarik kembali. Demikian berulang-ulang!.”

Polos aku bertanya, ”untuk apa begitu?”

Mengimbangi angin. Di atas sana angin lebih kencang. Dan angin tak pasti arah. Jika tak begitu, layang-layangmu akan jatuh.” Aku diam, mencoba memahami. ”Lakukan dengan lembut agar terbangnya indah.”

Tawa kecil dari para perempuan memotong lamunanku. Aku pekakan pendengaran. Aku perhatikan agar memahami. ”Tawa itu dari jauh. Bising tentunya. Tapi kudengar begitu halus. Seperti layang-layang kah mereka?”

Sejak kecil, Ayahku mengajari arti penghormatan kepada Ibu dan perempuan. Hingga kini aku perlu belajar tentang itu. Aku diceritai kelembutan dan kekerasan perempuan. Aku juga dapati cerita tentang cara-cara semestinya memperlakukan perempuan. Tapi aku tak faham sangat makna cerita-cerita itu. Tetapi juga…aku akan terus belajar memahami.”

Kuhempaskan nafas dengan asap yang baru saja kuhisap. Seteguk kopi juga kunikmati. Dan gemulai perempuan menghampiri. kemudian duduk ia seperti murid yang baik. Menatapku dengan pancaran semacam harapan ingin di mengerti. Dimengerti sebagai wanita yang dihormati para Rosul dan Nabi-nabi.

Aku menatpnya memberikan kepastian. Aku dekatkan lamunanku dan kubisikan kepadanya, Kugenggam engkau seperti layang-layang yang sempat kuterbangkan. Demikian karena artimu bagiku.

Matahari izin undur. Ia sapaikan kepadaku dengan wakilnya, cahaya merah bara kehitaman, lembayung senja.

24 juli 2009 Lembang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar