2010/05/12
Aku datang. Aku membawa gelisah
nestapa. Meskipun aku sedikit saja mengetahui, tetapi, Kau, Tuhan, aku pun
menyaksikan raut murung teraniaya bencana. Di Teve, di koran, di radio, ragam
rupa bencana ditenarkan. Dan terngianglah, pun dalam benakku.
Aku ingin mendengar jawabanMu
menyoal itu! Sungguhkah itu karena kejengkelanMu? Sungguhkah itu dendamMu?
Karena cecerean dosa di atas hamparan jagatMu? Apakah dosa itu mencuri atau
melacur atau merampas atau membunuh atau memfitnah atau menggunjing atau hasud atau
takabur atau berjudi atau menyama-nyamakan atau…. Atau, Tuhan, dosa itu adalah
abei? Abei kepada sebahagian ayatMu, sebab terlena?
Aku beranikan diri bertanya
demikian, Tuhan, karena banyak juga hambamu yang lantang berkata bahwa: itu
adzab agar yang terkena bencana segera bertobat dan bersumpah tidak mengulangi
kelakuan dosa lagi. Yang bikin aku penasaran, mengapa mereka yang nampaknya
masih rajin mengingatMu, meskipun mulutnya yang mengingat. Mengapa bukan mereka
yang menginjak-injakMu dengan nalar, hati, dan mulutnya saja
dulu…………………………………….……………hhh……………………………………
Tuhan, mengertilah, bukan bermaksud
mengabeikan geliat alam disekitaran, tetapi cerita surgaMu sungguh bagus dan
membuai impian. Cerita nerakaMu yang mengerikan pun membawa sirna sebahagian
kesadaran bahwa apa yang dipijak dan segenap yang hidup di atasnya, juga
ayatMu.
Aku ingin tau jawabanMu! Kelirukah
jika aksara dalam mushaf itu kubacai dan dihafalkan, kemudian kufikirkan, kemudian
ku gumamkan dengan lantang, kemudian ku indahkan dengan nyanyian, kemudian ku
ukir dan ku sampaikan cerita surga dan nerakaMu? Atau keliru karena hanya itu
saja, Tuhan? Atau, Tuhan…?
(mengingat bencana-bencana yang
diingatkan si gempa 7.6sr Padang, dan lainnya.)
10 Oktober 2009 Parigi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar