(Surat Singat untuk Kaum Ibu : Peringatan Hari Ibu)
Yang kuhormati, Ibu.
Taukah, kau?
Cerita indah tentang kaum Ibu, tentang pengorbanannya selama si jabang dalam kandungan, tentang rasa sayang kepada anaknya, tentang sikap dan perlakuan yang lembut dan ramah terhadap buah cintanya. Siapa pun tak kan aneh bila menyimak pengorbanan kaum Ibu demi anaknya, nyawa taruhannya. Itu cerita berulang, mungkin, sejak jaman purba. Wajar jika Nabi memuliakan kaum ibu dari pada kaumnya sendiri, kaum Bapa.
Taukah, kau, Ibu?
Ketika ramai anak-anak memuji kaummu, terlebih di Hari Ibu, aku terharu, aku sedih, dan merasa menderita. Mengapa cerita mereka tentang kaummu tidak pernah kunikmati! Taukah, kau, Ibu?
Sejak dalam kandungan aku kau nistakan, kau tidak terima aku sebagai anugerah bagimu. Buktinya, kau buang aku. Padahal kau tau akulah bayimu. Bayi yang ingin memujamu sebagaimana kebanyakkan anak. Jika kau berbuat dosa, itu dosamu, dosa atas kecerobohanmu. Kau relakan dirimu dibujuk rayu iblis bengis rakus dan nista dan bejat dan....iblis yang kau sebut ''cinta'', yang kau panggil sayang, yang kemudian menjadi ayah sial dan petakaku...aku dibuang hina...malukah?...mengapa?
Taukah, kau, Ibu, bagaimana aku mati? Tapi ketahuilah, Bu, aku tak sendiri. Aku dan mereka, dikutuk rindu terlarang, rindu memujamu, menghormatimu, menyayangimu. Jika aku mati kedinginan dan kelaparan di tempat sampah, maka yang lain pun sama. Bahkan lebih mengerikan, mereka di cincang, dibuang dalam bungkusan.
Taukah, kau, Ibu?...ah sudah lah.
Ibu, dengan rindu yang senantiasa menggerutu, ku tunggu kematianmu. Nanti, jawablah aku!
Taukah, kau?
Cerita indah tentang kaum Ibu, tentang pengorbanannya selama si jabang dalam kandungan, tentang rasa sayang kepada anaknya, tentang sikap dan perlakuan yang lembut dan ramah terhadap buah cintanya. Siapa pun tak kan aneh bila menyimak pengorbanan kaum Ibu demi anaknya, nyawa taruhannya. Itu cerita berulang, mungkin, sejak jaman purba. Wajar jika Nabi memuliakan kaum ibu dari pada kaumnya sendiri, kaum Bapa.
Taukah, kau, Ibu?
Ketika ramai anak-anak memuji kaummu, terlebih di Hari Ibu, aku terharu, aku sedih, dan merasa menderita. Mengapa cerita mereka tentang kaummu tidak pernah kunikmati! Taukah, kau, Ibu?
Sejak dalam kandungan aku kau nistakan, kau tidak terima aku sebagai anugerah bagimu. Buktinya, kau buang aku. Padahal kau tau akulah bayimu. Bayi yang ingin memujamu sebagaimana kebanyakkan anak. Jika kau berbuat dosa, itu dosamu, dosa atas kecerobohanmu. Kau relakan dirimu dibujuk rayu iblis bengis rakus dan nista dan bejat dan....iblis yang kau sebut ''cinta'', yang kau panggil sayang, yang kemudian menjadi ayah sial dan petakaku...aku dibuang hina...malukah?...mengapa?
Taukah, kau, Ibu, bagaimana aku mati? Tapi ketahuilah, Bu, aku tak sendiri. Aku dan mereka, dikutuk rindu terlarang, rindu memujamu, menghormatimu, menyayangimu. Jika aku mati kedinginan dan kelaparan di tempat sampah, maka yang lain pun sama. Bahkan lebih mengerikan, mereka di cincang, dibuang dalam bungkusan.
Taukah, kau, Ibu?...ah sudah lah.
Ibu, dengan rindu yang senantiasa menggerutu, ku tunggu kematianmu. Nanti, jawablah aku!
22 Desember 2012 Gardusayang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar