8.05.2012

SAMPAI NANTI

2010/05/29

Rasanya, belum lama kami bincangkan tentang kampung, agama, tradisi kampung kami yang sudah hilang, tentang MI…. “sekarang sedang mendalami sufi. Dekat, di Kabupaten Guru kami. Mahir tafsir… Sekalian, ini, mau ngajak belajar. Di kampung ini saya sendiri yang kesana. Kalau berdua, kan, ada teman perjalanan.” Rupanya, itu ajakan ia yang terakhir, untuk mendalami agama bersama.

Sayangnya, aku menjawab “sebagai murid Kesejahteraan Sosial, tentu tugas utama saya mengamalkan keilmuan saya. Senantiasa mencari jalan agar masyarakat kampun ini tidak terlena persoalkan uang untuk membeli makanan sahur atau berbuka puasa. Itu tidak soal, sebab di sini masih ada MI. itu yang akan kita garap bersama.”

Sampai jelang subuh kami berbincang. “kalau kamu sudah santai, nanti, kita akan urus MI….”

Asep Muzib, saudaraku, tiba-tiba saya murung, sekarang. Bapak-bapak kita berjalan beriringan, mengapa aku masih di sini, sementara kamu sudah ke sana duluan? Siapa di sampingku nanti saatnya mengurusi ini? Bukankah di panen depan kamu akan menikah? Hhhh…tapi tenang-tenang saja, kamu sudah mapaikan harapan-harapan kamu tentang kampung dan anak-anak nanti. Itu do’o.meskipin. sungguh, saya belum faham tentang takdir, seperti yang sempat kamu terangkan. Padahal saya masih butuh kamu untuk belajar.

29 Mei 2010. Pagi ini, kabar yang kudengar menggiring angan ke masa sislam. Tentang cita-cita, tentang harapan kami, tentang ide kami yang sama. Wafatmu pun kudengar ketika rembulan malah betah dengan cerah pagi yang masih berembun. Bahagialah kamu!, …

29 Mei 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar