2011/06/03
Suatu pagi yang nyaman. Embun berlum
berlalu sementara mentari mulai tersenyum. Nyanyian burung di kampung memang
alunkan mesra semesta. Seperti kepada embun, terik mentari menguapkan sadar
hingga lupa pijakan, sedikit jengkel, hilanglah nalar hingga terkapar.
Seperti harapannya, seorang lelaki
menjual HP dan Radio butunya, kemudian membli cincin perak untuk
kekasihnya. Dengan ia hendak melamar kekasih pujaan, sebagaimana rencana
mereka. Tapi, di rumah sang kekasih tidak ada siapa-siapa. Ia menuju stasiun
untuk bertemu kawan setianya.
Kata kasar meluah disebuah warung di
stasiun di kampung tetangga. “…iblis…hianat….” Tamparan keras di pipi mungil yang
biasa ia tatap dengan rasa cinta dan tanpa sentuhan.
Kemudian ia pergi menyusuri stasiun.
“maaf, Mak, Bah, Dik….”
Teriakkan dan jeritan ngeri dari
penghuni stasiun bercampur dengan teriak “maaf” pertanda sesal sang kekasih, jauh
sebelum rencana peminangan mereka buat. Kemudian, mati. Jaring Kasih antara
hati bukan lagi putus, tetapi hilang terbang bersama asap, terbakar panas,
seperti mentari meluapkan embun ketika pagi.
Cincin perak hilang, pergi bersama
pembeli yang mati!
Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar