8.04.2012

CINTA MATI

2011/06/03

Suatu pagi yang nyaman. Embun berlum berlalu sementara mentari mulai tersenyum. Nyanyian burung di kampung memang alunkan mesra semesta. Seperti kepada embun, terik mentari menguapkan sadar hingga lupa pijakan, sedikit jengkel, hilanglah nalar hingga terkapar. 

Seperti harapannya, seorang lelaki menjual HP dan Radio butunya, kemudian membli cincin perak untuk kekasihnya. Dengan ia hendak melamar kekasih pujaan, sebagaimana rencana mereka. Tapi, di rumah sang kekasih tidak ada siapa-siapa. Ia menuju stasiun untuk bertemu kawan setianya.

Kata kasar meluah disebuah warung di stasiun di kampung tetangga. “…iblis…hianat….” Tamparan keras di pipi mungil yang biasa ia tatap dengan rasa cinta dan tanpa sentuhan.

Kemudian ia pergi menyusuri stasiun. “maaf, Mak, Bah, Dik….”

Teriakkan dan jeritan ngeri dari penghuni stasiun bercampur dengan teriak maaf pertanda sesal sang kekasih, jauh sebelum rencana peminangan mereka buat. Kemudian, mati. Jaring Kasih antara hati bukan lagi putus, tetapi hilang terbang bersama asap, terbakar panas, seperti mentari meluapkan embun ketika pagi.
Cincin perak hilang, pergi bersama pembeli yang mati!


Bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar