“Sekarang kita tebang. Lihat, Nak, pekan
depan ia akan kembali bertunas.”
“Kan, sudah diinjak-injak juga, Pak.”
“Meskipun kita gali bonggolnya, dan
meletakkannya di atas meja, ia akan bertunas.”
“Tanpa tanah, Pak?”
“Bahkan tanpa disiram pun. Ia akan hidup
hingga tetes air terakhir yang ada dalam bonggolnya. Ia akan bertunas lagi,
tumbuh, hingga tujuan hidupnya tercapai, yaitu membuah.”
“Kalau keburu kering?”
“Setidaknya, pisang akan terus berusaha
hidup hingga sempurna dalam berbagi apa-apa yang ada pada dirinya.”
“Hebat, ya, Pak!”
“Lebih dari hebat, Nak. Ia menghendaki
seluruh potensi yang dimilikinya menjadi manfaat bagi siapa saja. Sebelum
berbuah, ia akan terus berusaha bertahan hidup. Begitulah cara ia berbakti
kepada Tuhannya.”
“Apa ia lebih baik dari manusia?”
“Tidak, Nak. Pisang tidak membicarakan kita
sebagaimana kita merenungkannya.”
Mereka pulang. Sepanjang perjalanan tak
bosan-bosan Anak bertanya tentang pisang kepada Bapaknya, sembari memanggul
pisang yang cuma sepasi—hasil panen satu pohon hari ini,
sisa dibagikan kepada para pemilik kebun tetangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar