3.17.2013

MAAF BANGET. PLIIIS...MAAFIN, YA!

Serupa itu bukan sama. Misalkan, saya penjudi kartu. Suatu masa saya insyaf, dan berjanji kepada Ibu saya untuk tidak berjudi lagi. Tetapi permainan berganti, taruhan ''bola sepak'', kemudian insyaf lagi; pasang togel, lagai-lagi insyaf lagi.

Memang tidak judi kartu lagi, tapi tarohan dan pasang togel atau unyeng. Jelas beda judi kartu dengan judi ''bola sepak''. Judi kartu, ya, saya yang memainkan kartu; judi ''bila sepak'', ya, yang nongol di TV atau diinternet yang maen, bukan saya.

Itu tak sama, tetapi serupa. Jika kita umpamakan judi sebagai sebuah bingkai, maka togel, unyeng, tarohan, dll., itu akan pas pada bingkai tersebut. Serupa memang bukan berarti sama. Tentu masih banyak contoh yang dapat anda kemukakan, dan siapa tahu lebih relevan.

Ketika saya melakukan kekeliruan, kemudian meminta maaf kepada Ibu saya; mengulang kekeliruan serupa, minta maaf lagi; mengulang yang serupa, mengatakan maaf lagi, itu menunjukkan betapa saya tidak menghargai diri saya sendiri. Saya membuang nilai diri saya pribadi.

Keledai masih mending (dalam pepatah populer), toh ia masih berusaha keluar dari lubang untuk kemudian meneruskan perjalanan dan waspada dalam melangkah (meskipun sangat mungkin akan jatuh pada lubang yang akan dilaluinya).

Akan lebih memprihatikan ketika saya enggan beranjak dari kubangan kekeliruan, atau beranjak dari itu karena tertarik dengan kekeliruan lainnya, seraya berkata, “MAAF BANGET. PLIIIS...MAAFIN LAGI, YA!''

Jika sudah demikian, cangkang kacang lebih berharga dari 'maaf' yang seharusnya istimewa, karena isi dalam cangkan kacang enak dimakan sambil menikmati kopi! Heuheu….

16-03-2013

2 komentar:

  1. maaf, boleh kirimin kacang satu karung? wahahahaaa :lol:

    BalasHapus
    Balasan
    1. hadeuuh...bukin bangkrut...yg begini ini ni keBANGETan

      Hapus