Secara metafora rupa harapan itu ibarat kotak yang dibungkus secara
apik dan dikemas menarik. Mengapa? Karena harapan selualu selalu
tentang pembayang-bayangan, pengandai-andaian. Ia tentang masa hadapan
yang siapa pun belum pernah menjahnya, kecuali membayangkannya,
mengandaikannya.
Tidak pernah kualami atau kudengar atau kubaca ada orang yang memiliki
harapan buruk: hidup dalam kesulitan ekonomi, sekarat di kolong
jembatan, mati, kemudian jasadnya dijadikan pakan buaya, dan ruhnya
langgeng di dalam neraka. Ceritakan kepadaku seandainya sungguh ada
yang demikian.
Siapa pun akan mengharapkan: memiliki kekasih atau istri/suami yang
setia dalam berbagai keadaan, memiliki ekonomi dan kesehatan yang
baik, lingkungan masyarakat yang bersahabat, sekarat ketika dalam
kenyamanan, mati, dan tentu menikmati syurga yang dijanjikan Tuhan di
alam baka.
Kotak harapan, selalu dibayangkan berisi kebahagiaan. Maka seperti
kewajiban untuk meraihnya. Segala daya dicurahkan untuk tetap berjalan
menuju peraihannya. Ibarat berjudi bagi penjudi, harapan selalu
dipeliharanya. Jika kalah, ia akan teringat: patah tumbuh; hilang
berganti.
Masalahnya, ketika yang patah tak mau tubuh, ada rasa enggan untuk
berganti. "Keledai yang jatuh di lubang yang sama dengan cara yang
serupa" adalah wajar karena ia seekor keledai. Tetapi istilah "bodoh"
atau "tolol" atau "dungu" terlalu bagus untuk manusia jika ia
melakukannya.
Mungkin saja isi kotak itu kebahagiaan, dan mungkin juga bukan
kebahagiaan. Mungkin isinya ular penyerang, berbisa mematikan; mungkin
sekuntum bungan yang selamanya tak akan berbuah; atau mungkin juga
sebutir bibit yang ketika ditanam dan tumbuh, ia tak akan pernah
berbunga.
Mestikkah menghabiskan bayak daya untuk tetap memikirkan kotak yang
kejelasannya tak jelas, kepastiannya tak pasti, dan tidak ada jaminan
perihal isinya. Jika berjalan menuju suatu tempat, dan kotak harapan
itu akan ditemui dalam perjalan, tidakkah tidak perlu memikirkan kotak
itu?
Lagi pula, tidak ada jaminan apa pun bahwa ketika kotak itu tepat
berada dalam jarak seraihan tangan, mungkin saja hasrat tak lagi
tertarik meraihnya. Sebab, ada kemungkinan ketika nyaris sampai di
satu titik, kita malah mengharapkan titik yang lainya lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar