Bayangkan tanpa bintang-bintang, rembulan, damar, listrik, dan lain-lain alat penerangan, malam hanya makhluk tanpa setitik pun cahaya. Jika kuacukan jempolku sejengkal dari mata, tentu tak akan tampak jempolnya, kecuali gelap. Mata benar-benar tak berguna.
Untungnya, ketika aku menyadari, entah sejak kapan, di langit malam dapat kutatap bintang, rembulan yang timbul tenggelam untuk timbul dan tenggelam ulang, dan macam-macam alat penerangan. Karena itu, baik siang atau pun malam, aku bisa leluasa melihat jempolku dan merapikan kukunya.
Bunga-bunga dan daun-daun dengan keragaman warna di masing-masih pohonnya, dan kupu-kupu yang hinggap di ujung daun kemudian pindah kepada kembang-kembang di halaman, tak dapat kusakisikan keindahannya yang sempurna ketika malam. Betapa aku kehilangan banyak warna karenanya.
Lalu, apa yang istimewa dari malam, maka aku enggan kehilanga sadarku ketika ia datang? Gelap! Ketika itulah aku mulai menyarankan kepada diriku untuk menyaksikan segala warna yang malam sembunyikan. Ketika sesuatu menjadi tak-ada, maka arti ada-nya sungguh ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar