9.29.2013

Surat Untuk Idea

Aku pun tak mengerti mengapa begitu bergairah untuk menulis. Padalah
cintaku sedang enggan datang dan bermesraan. Berkali-kali aku
tinggalkan laptop untuk mencari-cari di mana Idea bersembunyi.
Hasilnya nihil. Aku kembali untuk menggelitik papan-digit tanpa
membawa apa-apa. Aku sandarkan diri, seruput kopi, hisap dalam-dalam
kretek kesukaan, dan kusambat-sambat Idea: hadilah…hadilah…hadilah…!
Dan…tring…tak datang juga. Sia-sia melakukannya.

Akhirnya aku memilih untuk menggerutu, mengeluhkan tingkah Idea yang
tampaknya mulai tak perhatian. Aku sungguh kecewa karena tingkahnya.
Bagaimana tidak kecewa, ketika birahi menulis tinggi Idea malah tak
kenan datang untuk memanjakan. Sial, kan?! Tapi, "Baiklah", gumamku
sok tangguh nan bijak, aku akan menulis surat pernyataan cinta dan
kecewa karena sikapnya, lalu kuletakan di atas meja riasnya agar ia
membacanya, lalu pergi berlalu. Maka aku mulai saja suratnya dengan
sapaan:

Untuk Idea yang Kusayang

(Aku harap dia mengerti bahwa betapa rasa kasih-sayangku dan tulus
tercurah kepadanya. Lihat saja aku memanggilnya "sayang", "Rindu",
"Kekasih", atau "Cinta". Bukankah itu semua panggilan yang menunjukkan
keakuran, kepaduan, kesaling-membutuhkan, kemesraan yang tak mudah
diurai dengan kata—meskipun memang sangat mudah tercemar oleh ulah
begundal pendusta, atau dalam istilah yang teman pakai: munafikin.)

Ideaku sayang, Kau mengetahui betapa aku selalu sayang dan kasih
kepadamu. Memang sih, sering juga aku abai hingga kau merasa jenuh,
jengkel, kemudian pergi. Tetapi, tahukah kau bahwa ketika aku
tersadar, aku mencarimu hingga merasa sangat lelah. Aku selalu rindu
kemesraan kita yang terjalin indah dan tesulam dalam setiap aksara
yang kita uraikan bersama-sama.

(dengan pembukaan demikian, semoga ia merasakan betapa kehadirannya
yang manja dan lembut-bergelora selalu aku harapkan senatiasa.)

Ideaku sayang, sungguh aku membutuhkan kehadiranmu. Aku tak tahu apa
yang akan terjadi jika kau tidak akan pernah kembali: untuk mengulang
kemesraan seperti biasanya kita bercumbu saling merayu, saling
memanjakan. Betapa indahnya hidupku karenamu. Ibarat kunang-kunang di
lembah yang gelap dan pekat, kehadiramu hangatkan setiap pandanganku
yang seidikit mengatahui.

(Tanpanya, aku sungguh tak tahu sebaiknya mulai dari mana. Maka
semampuku aku merayu-rayu, membujuk hatinya supaya berkenan kembali
dan mesra lagi, duduk bersama-sama dengan secangkir kopi hitam dan
kretek kesayangan. Setelah sebentar kuperhatikan, menulis surat
untuknya dengan isi rayuan-rayuan yang tentu tak mujarab, alangkah
baiknya jika segera kusudahi saja. Cukup satu paragraph penutup.
Selesai, segera pergi.

Ya, pergi ke mana saja yang di sana akan dengan mudah kurasakan betapa
teriknya hari musim kemarau ini, betapa rerumput kehausan dan sebagian
banyaknya sudah tewas dilalap panas. Tetapi seperti sering kukata
bahwa di mana pun dan kapan pun selalu saja ada yang cukup patut untuk
diteladani ketegguhannya yang tanggu dalam menjalani kehidupan. Kalau
mau, mari kita perhatikan di antara tanah sawah yang retak-retak
menganga, di antaranya ada rerumput dan pohon yang malah subur dan
berbunga-bunga.

Aku suka bersama mereka, berpanas-panasan. Tentu saja aku sambangi
mereka ketika hari beranjak senja. Tak terlalu panas lah! Lebih lagi
ketika cintaku, Idea, sedang merajuk dan menjauh, seperti sekarang
ini. Idea sangat manja. Aku mesti benar-benar lembut penuh
kasih-sayang memperlakukannya. Tapi sudahlah, sedang aku usahakan,
belajar dan belajar agar mampu berlaku patut. Dan, akan kuselesaikan
surat untuknya. Satu paragraph lagi.)

Ideaku sayang, jika perlakuanku keliru dan keterlaluan terhadapmu,
mohon tunjukkanlah itu dan bantu aku untuk belajar memperlakukanmu dan
apa saja secara patut dan sewajarnya. Percayalah, sayang, kau bagian
penting bagi hidupku. Sayang, datanglah dan mari kita bersama-sama
melangkah. Tanpamu aku tak tahu sebaiknya mulai dari mana. Ideaku
sayang, aku….

(Heuheu…mentok, habis sudah kata-kata untuk kalimat merayu-rayu. Jadi,
sudahi saja: cukup beri salam tanda sayang selalu .)

Merindui rindumu, Rinduku.

(Akhirnya, ngedulmelku selesai juga. Segera lipat rapih-rapih, dimpan
di atas meja dengan rapih, dan…heuheuheu….)

Tanpa Mengapa

duhai engkau
rinduku sungguh meracau
gemuruh menutut untuk segala
masa-masa ketika tanpa apa-apa

tanpa impian
tanpa harapan
tanpa kenangan
tanpa rancangan
tanpa ragam nada
tanpa ragam warna
tanpa suka dan duka

duhai engkau terkasih
rengkukanlah tanpa bersilih
dalam diam-diam dalam hela-hela
aku dan engkau saja tanpa jeda-jeda

9.28.2013

Sebelum Kembali Bangkit

Tangga kunaiki. Aku tak kesulitan melakukannya hingga sampai tujuan.
Berkali-kali aku melakukan itu, tak kesulitan dan berhasil. Betapa
mudah meraih kejayaan. Atap bocor dapat kuperbaiki dengan baik. Itu
dimulai dengan menaiki tangga dengan baik.

Betapa mudahnya menaiki tangga kehidupan dalam meraih kejayaan. Kita
cukup tapaki setiap anak-tangganya dengan baik. Mengapa dikatakan
mudah? Karena jika itu dibandingkan dengan memelihara kejayaan yang
butuh waktu seumur-hidup tentu lebih membosankan.

Ketika kita dikeadaan jaya, kita akan mengalami betapa repotnya
memelihara apa yang kita punya. Selain hama luar yang datang hendak
menggugurkan bunga yang mekar, hasrat diri yang selalu "ingin lebih
baik" seringkali mengganggu kehusyuan kita dalam bersyukur, sehingga
kita terlena oleh penasaran yang ambisius.

Bukan penasaran yang keliru, tapi terlena yang biasanya disebabkan
ambisi. Ini bisa seringkali menjadi sebab kejatuhan seseorang dalam
keadaannya yang tengah jaya. Jika sudah jatuh, akan lebih seulit
menaiki anak tangga untuk kembali jaya. Bagaimana tidak sulit, yang
namanya jatuh ya kalau tidak patah tulang setidaknya lecet-lecet.

Lebih parah jika "sudah jatuh ketiban tangga". Tapi intinya tetap
jatuh dan mengalami kekecewaan dan penderitaan. Apa yang sebaiknya
dilakaukan? Adalah mengambil jeda: sembari menyembuhkan luka, akan
bijak jika menilik ulang apa "apa yang kita lakukan hingga sampai di
keadaan ini?". Bukankah tidak keliru bahwa mengatahui sebab masalah
sama dengan menyelesaikan sebahagian masalahnya?

Sajak Tak Sejuk

ayah nasihatkan “jujurlah”
sebab jujur adalah harapan semua orang
maka aku jujur

tetapi ayah, pendusta pun kata “jangan berdusta”
sebab dusta mencederai
dan kutemui dusta-dusta

ibu nasihatkan “setialah”
sebab setia adalah harapan semua orang
maka aku setia

tetapi ibu, pengkhianat kata “jangan berkhianat”
sebab khianat melukai
dan kujumpai khianat-khianat

kalian nasihatkan “berdo’alah”
sebab do’a adalah kekuatan jiwa menangkal bala
maka aku berdo’a

tetap wahai kalian,
do’a-do’aku gemetar jiwaku lunglai
sebab kemunafikan menikam berulang-ulang

9.18.2013

9.09.2013

Tiada

tirai-tirai mana persembunyian
sembunyikan garis kehitaman
hitam titik sebidang sinaran
cahaya hangat keindahan

Cumbu Merindu

brapa lama mestinya
menunggu kau tepis sepi
hingga gemuruh dalam gumul perindu
dalam riak nafas gelora
memercik kasih pada bulir-bulir
cintamu dan aku?

9.05.2013

Sisa Mimpi

saya punya mimpi jujur
kampung saya berwarga jujur
pemerintahnya orang-orang jujur
para tetokohnya teladan yang jujur
kami saling merasa mermikir dan akur
saling memberi dan menerima secara jujur
berbagi pengertian dan pemahaman secara jujur
berbagi nasehat secara jujur
berbagi kesejahteraan secara jujur

tetapi, lagi-lagi, mimpi kepada mimpi saja yang jujur.
ia tak dapat diminta pertanggungjawaban, pun secara jujur

cuma mimpi, hanya sampai pada impian
maju sediki jadi harapan
mimpi
sisanya? onani.

9.01.2013

Inggis

I
reup ceudeum
mega bodas misemu angkeub
méré béja bakal datang
hujan

hiliwir ti'is
sigana angin ti lamping
mawa béja arék datang
hujan

II
reundeukna régang rengkakna dangdaunan
rampak ibing pangharepan
migagas bakal kahontal
hujan

III
duh, jungjunan
geuning ingkar tina sawala
angin téh muragkeun kembang
teduh nyinglar
anggang hujan

IV
kiwari, jungjunan
inggis miara impian
mulasara harepan
asa jadi bangbaluh pangemutan
bibit rujit pilampahan

kiwari, jungjunan
wayah mangsa sande kala
wayah sumerah tina sagala
mimuga balik deui ngajati
manunggal kaula Gusti

Pipit dan Seorang Tua

pipit berdecrit-decrit
terdengarnya tembang petaka
"padi rebah. kebun rebah. hutan rebah.
sungai pecah. danau pecah. laut bah luah."
ladang pangannya menyempit
hidup diapit himpit

terbanglah pipit
di atas tanah garapan
bakal jalan bebas hambatan
kemudian menghinggapi padi-padi
mereka berdecrit-decrit
terdengarnya syair khawatir
"di pinggir, ditepis diusir, menepi meminggir, ditepis diusir.
di pinggir, tak cukup mengalir."

seorang tua tak tega menghalau
pipit-pipit di padinya
yang mengering
ia memicing mata
rabun tetap membaca kala
"anakku...cucuku...engkau
bagaimana, sayang...."

30 Agustus 2013

Syawal Berduka: Kehilangan

Angin kencang. Bunga-bunga mangga dan rambutan berguguran; daun-daun
berserakan. Sarang burung Pipit jatuh berisi lima bayinya, di pekan
pertama Syawal tahun ini. Ponakan, Syukia, memeliharanya. Satu per
satu mati, dua punah semuanya dalam sepekan.

Masih dalam pekan ke dua, Mimi mati. Aku tak tahu jasad terakhirnya
seperti apa, aku sedang dalam acara khitanan Adikku. Di pekan ke tiga,
tengah malam ini, kutemukan Kuya mengambang, mati.

Karenanya, Syawal kali ini memang lain dari tahun kemarin. Kini
kusebut saja sebagai Bulan Berduka, yang kemudian kuanggap merangkum
segala kejadian yang tersifati oleh konsep 'kehilangan'.

Menyedihkan, memang. Tetapi, mungkin, saat demikianlah merupakan satu
dari banyak kesempatan untuk menikmati 'kehilangan' dengan segala
akibatnya: duka, kecewa, dan punahnya harapan.

Menikmati rasa kehilangan kuharapkan dapat menjadi bagian dari langkah
dalam memahami bahwa: hidup adalah tersendiri: sebagaimana dalam
rahim, lahir kemudian mati, dan dibangkitkan lagi dihari yang Dia
janjikan.

Tersendiri!
sendiri-sendiri,
seorang diri,
sendiri.

(Seharusnya sudah cukup kesimpulannya demikian, tanpa pertanyaan. Tapi
memang...ah...sial!)
Sialnya, aku malah jadi penasaran juga: jika aku mati manti, akankah
aku merasa kehilangan? Atau setidaknya: jika aku hilang kelak, akankah
aku merasa kehilangan?

Syawal 1434


Mimi : Musang Luak (betina, ekor putih)
Kuya : Kura-lupa Sungai (sahabat sejak lebih dari 10 tahun silam)