Aku sedang mengeluh. Sama seperti si melarat lainnya, mungkin. Sering kudengar
teman-teman mengutif omongan sang motivator, penghotbah: ''berdoa dan
berusahalah...sambut harimu dengan senyuman...semangat...jangan
mengeluh...teman!'' Bodohlah bualan macam itu bagiku! Aku butuh peneduh
yang jujur.
Ah, teman-temanku sok iye, memang. Mana mereka ngarti gerahnya peluh pekuli.
Terlebih motivator-motivator dan para penghotbah di televisi dan
mimbar-mimbar, mereka lebih asyik memilah tema omongan supaya menarik dan tidak
membosankan pendengar, tetap rame.
Bagiku, omongan orang di tivi aneh-aneh. Kata banyak direka, diperhalus.
Padahal intinya mau ngomong 'boblok', 'brengsek', atau 'gak becus'.Perhatikan
saja omongan politikus, ekonom, sosiolog, agamawan, dsb, bikin puyeng. Padahal
orang macam melarat aku ini cuma butuh makanan 4 sehat 5 sempurna, seperti
ajaran waktu SD dulu. Kan, supaya sehat dan cerdas.
Askeskin? Tunjangan kesehatan bagi wong miskin? Cuma model lain dari rekayasa
"pemanfaatan" kesehatan orang-orang miskin. Kita kan butuh pendidikan
yang murah harganya meriah ilmunya. Wajib belajar sembilan tahun, malah bikin
babak belur para orang tua. Mungkin memang Pemerintah itu tukang perintah.
Orang seperti aku, seperti terlahir dalam kutukan. Menjalani laknat kehidupan.
Dibutuhkan sebagai pelengkap hiburan. Meskipun para motivator dan penghotbah
menerangkan kemuliaan manusia dibanding mahkluk lainnya. Tetapi lagi, perut
anjing polisi dan penjaga rumah megah lebih terawat dibanding perutku.
Hhh, diriku...cuih...kemilau cita-cita yang pernah kusampaikan di kelas
satu SD dulu, kini redup dan terpaksa kukandangkan. Sebelum aku binasa, biarlah
mimpi-mimpi menghibur sisa hidupku. Ya, impian yang tak wajib diharapkan.
Terlebih orang macam aku, dapat bermimpi pun sudah beruntung.
8 Januari 2013